Pages

Tuesday, March 31, 2009

Cinta vs Status Sosial

Seorang pria pernah bercerita padaku tentang kisah cintanya, status sosial, dan orang tua pacarnya. Dia ini trauma untuk berpacaran dengan wanita yang "status sosialnya" lebih tinggi. Padahal dia sendiri percaya kalau sebenarnya Tuhan itu menciptakan manusia tanpa yang namanya status sosial. Itu hanyalah klasifikasi yang dibuat sendiri oleh manusia. Dan itu juga yang akhirnya mengotak-kotakkan manusia dalam egonya sendiri.

Kembali ke cerita pria itu. Beberapa tahun yang lalu pria itu kemudian berpacaran dengan teman sekampusnya. Nggak ada yang memilihkan dari mana asal wanita itu, siapa orang tua wanita itu, apa jabatan orang tua wanita itu dan sekaya apa wanita itu. Semuanya datang satu paket dengan cinta yang dipilih pria itu. Ternyata perbedaan apa yang dinamakan status sosial itu begitu mengganjal di tengah hubungan percintaan itu. Si wanita yang terbiasa hidup nyaman, berangkat dan pulang naik mobil, mau nggak mau sekarang harus ngikuti gaya hidup pria itu. Ke kampus diantar naik motor Honda Supranya yang hitam itu, pulangnya juga gitu, jalan-jalan kemana-mana juga gitu. Awal-awal memang terasa nyaman sampai akhirnya entah kenapa, mungkin wanita itu jengah juga ya dengan kondisi itu. Wanita itu nyeletuk "kamu belajaro nyetir po'o, ntar kan kita bisa bawa mobil papa." Omongan itu tampaknya bikin miris pria itu. Sakit hati, merasa selama ini si wanita hanya karena terpaksa ikut dia kemana-mana naik motor. Apalagi selama beberapa bulan, orang tua sang wanita nggak pernah sedikitpun tersenyum pada pria ini. Lebih banyak memandang dengan curiga bahkan. Selidik punya selidik, ternyata orang tuanya yang berkedudukan sebagai dokter spesialis mata di sebuah rumah sakit ternama itu nggak begitu suka dengan pacar anaknya yang cuma mahasiswa biasa yang nggak pinter-pinter amat, bahkan kuliahnya pun sambil kerja untuk menghidupi gaya hidup sehari-harinya. Walhasil cinta itu pun akhirnya harus terpisah karena faktor kebiasaan. Yang satu biasa hidup mewah, yang satu biasa hidup penuh dengan perjuangan. Gak match...

Cinta kedua pria temanku itu lagi-lagi gagal karena status sosial. Walaupun agak konyol dan terasa feodal, ternyata status sosial dan golongan darah bisa membuyarkan cinta. Terakhir bertemu dengan pria ini, dia bercerita padaku lagi kalau sekarang dia sedang menjalin sebuah hubungan cinta dengan seseorang yang ada di seberang. Baru saja dijalani beberapa hari, mulailah muncul ketakutan-ketakutan seperti yang pernah dialaminya dulu. Aku jadi berpikir, apa sebenarnya arti cinta kalau begitu, bukankah cinta datang untuk menolak perbedaan?

No comments: