Hari ini ceritanya aku datang di resepsi pernikahan sahabatku bersama pacarku. Sahabatku ini dulu adalah salah satu reporter tabloid kampus, dimana waktu itu aku jadi layouter di sana 5-6 tahun lalu. Jadi wajar kalau tadi rasanya seperti reuni saja.
Begitu masuk gedung, langsung bertemulah aku dengan kakak mempelai, yang kebetulan teman satu angkatan dan teman SMA. "Kapan nyusul?", gitu pertanyaannya. Aku cuman bisa balas guyonan aja. "Kamu duluan ae", secara dia udah dilangkahi adiknya gitu.
Satu.
Setelah salaman, aku melihat mantan bosku di tabloid itu. Aku segera menghampirinya dan menyalami. Setelah basa-basi, muncullah pertanyaan yang sama. "Kamu kapan?"
Dua.
Adegan selanjutnya adalah mengambil makanan, dan mencari ruang kosong untuk makan hidangan yang lumayan enak ini. Eh, bertemulah aku dengan mantan fotograferku waktu di tabloid itu yang sekrang di RCTI. "Ngomong-ngomong, ini suvenirnya kurang handy. Ntar kamu suvenirnya yang handy ya? Eh, tapi kapan?"
Tiga.
Selanjutnya aku, pacarku, dan mas fotografer itu makan bersama. Lalu muncullah mantan marketing di tabloid itu juga. Eh, muncul juga pertanyaan itu, tapi bukan ke aku, melainkan ke si mantan marketing itu. Dan jawabannnyyyaaaa adddaaallaaaahh... "ntar deh, biar mas Dity dulu. Jadi kapan mas Dit?"
Empat.
Pas ambil es buah, bertemulah aku dengan 2 orang pegawai tabloid itu juga (yang sampai sekarang masih ngurusi administrasi di sana). "Eh, kowe kapan?". Dan satunya menambahkan "Ayo kapan? Lapo suwe-suwe?"
Lima. Enam.
Pas lagi ngetuprus, muncullah mantan surveyor tabloid itu yang suka warna pink dan metroseksual banget. "Mas, kapan nyusul?"
Tujuh.
Rombongan sirkus ini makin rame, karena muncul seorang mantan fotografer dan mantan reporter yang sampai sekarang masih belum lulus juga. "Ayo wes, mari ngene bulan depan mbak Non nikah, trus Mas Dity kapan?"
Delapan.
Yeah, delapan pertanyaan yang jawabannya tetap May. Bukan maybe yes, maybe not, tapi maybe besok, atau maybe mbesok ("Mbesok" kalau menurut orang jawa berarti belum dapat ditentukan waktu yang tepat). Dan akhirnya aku sampai pada tahap ini juga. Kayaknya ini juga berarti aku harus lebih giat mengumpulkan setoran bukan ngelamar anak orang. Dan makin memantapkan hati dengan anak orang itu.